Fiqih : Puasa Ramadhan Dan Cara Niat Satu Bulan Penuh
Puasa Ramadhan, sebuah kewajiban agama bagi umat Islam, dan dalam syarat sahnya memerlukan sebuah niat yang sungguh-sungguh. Setiap mazhab Islam memiliki pandangannya sendiri mengenai hal ini, namun pada akhirnya, semua menyatukan tujuan yang sama: memperoleh ridha Allah dan memperkuat keimanan.
KLIK : Berita terbaru Majelis Al Muwasholah
Mazhab Imam Syafi’i, salah satu dari empat mazhab utama dalam Islam, menegaskan pentingnya tabyitun niat, yang berarti menginapkan niat. Menurut mazhab Imam Syafi’i, niat harus dinyatakan di antara waktu magrib dan terbit fajar, serta harus diulang setiap harinya. Dengan melakukan ini, seseorang memastikan bahwa puasanya sah menurut Imam Syafi’i.
Namun, bagaimana jika seseorang lupa untuk berniat? Mazhab Imam Malik memberikan solusi yang lebih fleksibel. Menurut Imam Malik, puasa Ramadhan bisa dianggap sebagai satu kesatuan, sehingga niat yang dinyatakan pada malam pertama bisa berlaku untuk satu bulan penuh, selama tidak terputus. Namun, jika terjadi hal yang mengakibatkan terputusnya puasa, maka niat malam pertama tidak berlaku lagi, dan harus dinyatakan ulang.
Niat puasa untuk satu bulan penuh
نَوَيْتُ صَوْمَ شَهْرِ رَمَضَانَ كُلِّهِ لِلَّهِ تَعَالَى
Artinya: “Saya niat berpuasa selama satu bulan penuh di bulan Ramadhan tahun ini karena Allah taala”
Niat puasa Ramadhan harian
نَوَيْتُ صَوْمَ غَدٍ عَنْ أَدَاءِ فَرْضِ شَهْرِ رَمَضَانِ هذِهِ السَّنَةِ لِلهِ تَعَالَى
Artinya: Aku berniat puasa esok hari untuk menunaikan kewajiban bulan Ramadhan tahun ini karena Allah taala.
Di sisi lain, mazhab Imam Abu Hanifah menawarkan solusi yang lebih longgar. Menurutnya, seseorang masih bisa berniat meskipun sudah melewati waktu subuh, asalkan masih sebelum pertengahan siang, yakni sekitar dibawah jam 11 siang. Pendekatan ini memberikan kelonggaran bagi mereka yang mungkin lupa untuk niat pada waktu yang ditentukan.
Baca juga : Dua hal penting dalam menyambut bulan Ramadhan
Dalam segala perbedaan ini, terdapat kebaikan dan kebijaksanaan. Rasulullah sendiri telah menyatakan bahwa perbedaan pendapat di antara umatnya adalah rahmat. Oleh karena itu, sebagaimana disarankan oleh para ulama, kita dapat mengambil manfaat dari berbagai mazhab, sesuai dengan kebutuhan dan pemahaman kita. Yang terpenting, niat puasa Ramadhan haruslah dilakukan dengan sungguh-sungguh dan penuh kesadaran, karena di dalamnya terkandung nilai-nilai spiritual yang tinggi serta keberkahan yang besar.