Hikam Imam Al-Haddad 3: Hidup dan Matinya Hati

Hikmah Ke-3

اَلنَّائِمُ يُوْقَظُ ، وَالْغَافِلُ يُذَكَّرُ . وَ مَنْ لَمْ يُجْدِ فِيْهِ التَّذْكِيْر وَ التَّنْبِيْه فَهُوَ مَيِّتٌ . إِنَّمَا تَنْفَعُ الْمَوْعِظَةُ مَنْ أَقْبَلَ عَلَيْهَا بِقَلْبِهِ . وَمَا يَتَذَكَّرُ إِلَّا مَنْ يُنِيْبُ

Orang yang tidur bisa dibangunkan dan orang yang lalai bisa diingatkan. Siapa yang tidak bermanfaat baginya peringatan dan nasihat, maka dia adalah orang mati. Hanya saja nasihat bermanfaat bagi orang yang membuka hatinya untuk nasihat. Tidak ada yang mampu mengambil pelajaran melainkan orang yang kembali kepada Allah Swt.

Pada hikmah ini Imam al-Haddad membahas tentang ciri-ciri orang yang bisa mengambil manfaat dari sebuah nasihat. Orang yang tertidur tentu masih bisa dibangunkan selagi ia masih hidup walaupun bisa jadi orang tersebut sulit dibangunkan. Begitu juga dengan orang pingsan dan koma, keduanya masih mempunyai harapan untuk bangun. Walaupun kita tidak bisa membangunkannya, kita bisa menunggu hingga ia siuman. Selagi masih ada kehidupan, orang yang tidur, pingsan, maupun koma masih mempunyai harapan untuk bangun. Berbeda dengan orang yang sudah meninggal, tidak ada harapan baginya untuk bangun.

Imam Al-Haddad mengiaskan penjelasan di atas dengan hati orang mukmin. Hati mana yang masih bisa bangun dengan nasihat? Apakah status dari hati tersebut tidur, pingsan, atau sudah mati?

Seseorang akan bisa mengambil manfaat dari sebuah nasihat apabila hatinya masih hidup, termasuk yang hatinya hidup tetapi diselimuti kelalaian. Selagi hatinya masih hidup, ia akan bisa mengambil pelajaran dari sebuah nasihat. Walaupun mungkin ia mengambil manfaatnya di kemudian hari, selagi hati seseorang masih bisa menerima nasihat, hati orang tersebut masih hidup. Akan tetapi, jika seseorang sudah tidak bisa mengambil manfaat dari sebuah nasihat, tidak sekarang ataupun di kemudian hari, itu merupakan tanda bahwa hatinya sudah mati. Sebagaimana orang yang sudah meninggal tidak mempunyai harapan untuk dibangunkan lagi, begitu pula orang yang hatinya sudah mati. Ia tidak akan bisa mengambil manfaat dari sebuah nasihat.

Sesungguhnya nasihat akan bermanfaat bagi orang yang membukakan hatinya untuk menerima nasihat itu. Kunci agar sebuah nasihat bermanfaat dan langsung bisa mengubah diri seseorang adalah hati yang hidup, apalagi jika ada tambahan kemauan untuk menerimanya. Tidak ada yang mampu mengambil pelajaran dari sebuah nasihat, kecuali orang-orang yang senantiasa kembali kepada Allah.

Ketika hati seseorang hidup, kemudian mendengar sebuah nasihat, pasti ia akan menerima dan tidak akan menolaknya atau membela dirinya untuk mengalahkan nasihat itu. Hal tersebut merupakan tanda bahwa hatinya masih hidup, baik nasihat yang diberikan kepadanya diamalkan secara langsung maupun tidak. Yang terpenting adalah menerima sebuah nasihat dan tidak merasa keberatan dari nasihat yang diberikan. Namun, ketika hati seseorang sudah mati, ia akan berontak dan tidak menerima nasihat yang diberikan orang lain kepadanya.

Dari penjelasan di atas, kita bisa menarik sebuah cara untuk mengukur hidup atau matinya hati kita, yaitu dengan menilai diri kita sendiri ketika diberi nasihat oleh orang lain, apakah kita menerimanya atau menolaknya? Atau malah kita akan menasihati balik orang yang menasihati kita?

Ketika hati sudah mati, tentunya ia tidak akan menerima sebuah nasihat. Kematian hati tersebut akan membawa pemiliknya kepada kematian yang hakiki. Orang yang hatinya mati di dunia, maka ia akan binasa di akhirat. Hati merupakan perihal yang terpenting dalam hidup manusia dibandingkan dengan jasmaninya. Pada kenyataannya, masih banyak orang yang hanya peduli dengan jasmaninya dibandingkan dengan hatinya. Seseorang akan pergi ke dokter ketika salah satu bagian jasmaninya merasa sakit. Namun, jika hatinya sakit bahkan mati, ia tidak memedulikannya. Bahaya dari sakit jasmani terikat dengan waktu, namun bahaya dari penyakit hati akan berdampak pada kesengsaraan abadi sampai akhirat.

Lantas apakah hati yang sudah mati masih bisa hidup kembali? Tentu saja bisa. Salah satu mukjizat Nabi Isa adalah bisa menghidupkan orang yang sudah mati, bahkan beberapa wali pun mempunyai karamah yang sama. Salah satu murid Imam al-Haddad yang bernama Habib Ahmad bin Zain al-Habsyi (pengarang kitab Ar-Risalatul-Jami‘ah) berkata, “Seandainya aku melihat guruku, Imam al-Haddad, menghidupkan orang yang sudah mati, aku tidak akan merasa takjub, karena aku telah menyaksikan hal yang lebih dahsyat daripada itu, yaitu guruku mampu menghidupkan banyak hati yang telah mati.”

Menghidupkan hati yang mati merupakan karamah yang lebih hebat daripada menghidupkan jasad yang mati. Sebab, kematian jasad tidak mempunyai dampak di akhirat, tetapi kematian hati mempunyai dampak negatif sampai di akhirat nanti. Engkau banyak melihat orang yang berlalu-lalang di permukaan bumi, tetapi hakikatnya mereka ada di dalam kubur karena hati mereka telah mati.

 Orang yang hatinya telah mati hakikatnya adalah mayat yang hidup walaupun ruhnya masih berada dalam jasad. Perpisahan ruh dan jasad bukanlah kematian yang hakiki, tetapi kematian yang hakiki adalah ketika seseorang hidup namun berada dalam kebodohan dan kegelapan hati. Di dalam Al-Qur’an, Allah berfirman,

 يا أيها الذين آمنوا استجيبوا لله وللرسول إذا دعاكم لما يحييكم

“Wahai orang-orang yang beriman, penuhilah seruan Allah dan Rasul-Nya apabila Rasul menyerumu kepada sesuatu yang menghidupkanmu!” (Al-Anfal: 24)

Allah dan Rasul-Nya menyerukan kepada umatnya kepada kehidupan. Bukankah sekarang kita hidup? Maksud dari ayat tersebut adalah untuk mengisyaratkan kepada kita bahwasanya ada kehidupan dan kematian hakiki di balik kehidupan yang zahir ini dan dampaknya berperan di akhirat nanti.

Kalimat terakhir hikmah ini merupakan potongan dari ayat Al-Qur’an,

وَمَا يَتَذَكَّرُ إِلَّا مَنْ يُنِيْبُ

“Tidaklah mampu mengambil peringatan, selain orang yang pulang kepada Allah.” (QS Gafir: 13)

Ketika hatinya hidup, ia akan mampu mengambil manfaat dari peringatan dan nasihat, yakni ketika ia kembali kepada Allah. Semoga Allah menghidupkan hati kita.

sumber: https://radio.almuwasholah.com/station/ep-3-hidup-dan-matinya-hati/

Related Articles