Hikam Imam Al-Haddad 14 : Hamba Selain Allah

Education AlMuwasholah | Hikam Ke-14

مَنْ أَشْغَلَهُ حَقُّ رَبِّهِ عَنْ حُقُوقِ نَفْسِهِ وَحُقُوقِ إِخْوَانِهِ ، فَهُوَ عَبْدُ الْحَضْرَةِ

وَمَنْ أَشْغَلَهُ الْقِيَامُ بِحَقِّ نَفْسِهِ عَنْ الْقِيَامِ بِحَقِّ رَبِّهِ وَحَقِّ إِخْوَانِهِ ، فَهُوَ عَبْدُ الشَّهْوَةِ

وَمَنْ أَشْغَلَهُ الْقِيَامُ بِحُقُوقِ إِخْوَانِهِ عَنْ الْقِيَامِ بِحُقُوقِ رَبِّهِ وَحُقُوقِ نَفْسِهِ ، فَهُوَ عَبْدُ الرِّيَاسَةِ

وَمَنْ أَشْغَلَهُ الْقِيَامُ بِحُقُوقِ رَبِّهِ وَحُقُوقِ إِخْوَانِهِ عَنْ الْقِيَامِ بِحُقُوقِ نَفْسِهِ فَهُوَ صَاحِبُ وَرَاثَةٍ

“Barang siapa tersibukkan dengan menunaikan hak Tuhannya sehingga ia lalai untuk menunaikan hak dirinya dan hak teman-temannya, maka dia hamba Allah yang sejati.

Barang siapa tersibukkan dengan hak dirinya saja, lalai menunaikan hak Allah dan teman-temannya, maka ia dinamakan hamba hawa nafsu.

Barang siapa tersibukkan dengan menunaikan hak teman-temannya, namun dia lupa menunaikan hak Allah dan hak dirinya sendiri, ia dinamakan hamba yang mencari kedudukan.

Barang siapa tersibukkan dengan menunaikan hak Allah dan hak teman-temannya, sementara ia lalai akan hak dirinya sendiri, maka dialah ahli waris sang Nabi.”

Dalam pasal ini, Imam al-Haddad menguraikan sifat seseorang berdasarkan hak siapa saja yang membuat dia tersibukkan untuk menunaikannya. Ada empat kategori seseorang dalam kaitan tersibukkannya seseorang dengan hak Allah, hak teman-temannya dan hak dirinya sendiri. Walaupun pada hakikatnya semua orang adalah hamba Allah, ketersibukannya dalam menunaikan hak Allah, teman, dan dirinya sendiri, akan mencerminkan kepada siapakah orang itu sebenarnya menghamba.

Kategori 1

 “Siapa yang tersibukkan untuk menunaikan hak Tuhannya sehingga dia lalai untuk menunaikan hak dirinya dan hak teman-temannya, dialah adalah hamba Allah yang sejati.”

Maksudnya, orang ini hanya berfokus menunaikan hak Allah saja. Hak dirinya dilalaikan. Dia hanya makan sedikit, tidurnya sedikit, dan tidak menjaga kesehatan. Orang ini lalai menunaikan hak-hak orang lain. Misal, temannya punya hak untuk dijenguk, dia tidak menjenguk temannya. Bersama keluarganya juga jarang duduk, lebih suka menyendiri. Namun, hak Allah tidak pernah dia lalaikan, walau hak manusia apalagi hak dirinya dia lalaikan. Orang seperti ini disebut ‘abd al-hadhrah (hamba hadirat Allah).

Apakah orang seperti ini sempurna? Belum sempurna, walaupun semuanya untuk Allah saja. Ada nanti yang lebih sempurna dari itu.

Kategori 2

“Barang siapa tersibukkan dengan hak dirinya saja, lalai menunaikan hak Allah dan teman-temannya, maka ia dinamakan hamba hawa nafsu.”

Maksudnya, orang ini tersibukkan dengan hak dirinya saja, merawat dirinya, memanjakan dirinya, tapi lalai menunaikan hak Allah dan hak temannya. Contoh, dirinya dirawat, makannya rapi, pola tidurnya teratur, rumahnya bersih, tapi perihal Tuhannya dibiarkan, demikian juga dengan teman-temannya, tidak ia perhatikan. Tidak peduli apakah teman-temannya sakit hati, yang penting dia girang. Ia selalu mendahulukan dirinya dari yang lain dan dari Tuhannya.

Orang seperti ini dikatakan sebagai ‘abd asy-syahwah (hamba hawa nafsu) karena ia menuruti hawa nafsunya saja. Apa yang orang lain rasakan dan apa yang Allah Taala minta, ia tidak peduli. Yang penting dirinya senang, dirinya nyaman.

Kategori 3

Barang siapa tersibukkan dengan menunaikan hak teman-temannya, namun dia lupa menunaikan hak Allah dan hak dirinya sendiri, ia dinamakan hamba yang mencari kedudukan.”

Maksudnya, orang ini sibuk menunaikan hak teman-temannya, hak orang lain, namun dirinya sendiri tidak terawat dan juga hak Allah dia lupakan. Pola makannya kacau, pola tidurnya kacau, salatnya berantakan, puasa wajib pun tidak penuh dijalankan, banyak maksiat, wal-‘iyādzu billāh. Yang diutamakan ialah hak orang-orang. Yang penting orang lain senang.

Ada poin bagus tatkala ia membantu orang lain dibanding dirinya. Namun, apabila melalaikan hak Allah, ini adalah penyakit. Berarti, di sana ada maksud tersembunyi, ada maksud yang buruk. Orang seperti ini dinamakan ‘abd ar-riyāsah (hamba mahkota), dalam arti orang yang ingin menjadi pemimpin atau mencari kedudukan, juga ingin dihormati, ingin dihargai. Jadi, tidak ikhlas, sebenarnya.

Kuncinya bagaimana sikap dia terhadap hak Allah. Bila ini terlalaikan, berarti tidak benar. Kalau dia benar, pasti dia tidak akan mendahulukan hak orang lain dibanding hak Allah Taala. Kita tidak perlu berburuk sangka kepada siapa pun, tapi jadikan ini sebagai cermin untuk diri sendiri.

Kategori 4

“Barang siapa tersibukkan dengan menunaikan hak Allah dan hak teman-temannya, sementara dia lalai akan hak dirinya sendiri, maka dialah ahli waris sang Nabi.”

Maksudnya, orang ini selama hidupnya tersibukkan menunaikan hak Allah dan teman-temannya dan lalai akan dirinya, maka dia disebut sebagai ahli waris sang Nabi. Ini adalah yang paling sempurna, tidak disebut hamba lagi, namun disebutnya shāhib al-wirātsah (ahli waris para nabi). Jadi, bila selama hidupnya hak Allah ditunaikan, hak orang lain ditunaikan, namun hak diri sendiri masih lalai, ini seperti sifat Rasulullah.

Sebagai tambahan, ada sebuah hadis yang berbunyi,

تَعِسَ عَبْدُ الدينار، تَعِسَ عَبْدُ الدرهم، تَعِسَ عَبْدُ الخَمِيصَة، تعس عَبْدُ الخَمِيلَة،

“Celakalah hamba dinar, celakalah hamba dirham, celakalah hamba khamīshah dan khamīlah (sejenis pakaian yang terbuat dari wol atau sutra).” (HR Bukhari).

Ini yang lebih parah lagi. Berarti orang ini tersibukkan bukan kepada Allah, bukan kepada orang lain, bukan pula kepada diri sendiri, namun hanya tersibukkan oleh dunia. Inilah yang disebut hamba dunia.

Related Articles