Hikam Imam Al-Haddad 12 : Merdeka dari Pola Pikir Orang Lain

Education AlMuwasholah | Hikam Ke-12

إِنْ شِئْتَ أَنْ تَكُونَ حُرًّا فَاتْرُكْ كُلَّ أَمْرٍ ، إِنْ لَمْ تَتْرُكْهُ اِخْتِيَارًاً تَرَكْتَهُ اضْطِرَارًاً

Jika engkau ingin menjadi orang yang merdeka, tinggalkanlah segala perkara. Jika perkara itu tidak kau tinggalkan secara sukarela, engkau akan meninggalkannya secara terpaksa

Hikmah ini mengandung kata hurr (حر ) yang berarti ‘orang yang merdeka’. Lawan katanya adalah ‘abd  (عبد) yang berarti ‘hamba sahaya’. Banyak orang berpikir dirinya merdeka, padahal hakikatnya masih hamba sahaya. Begitu sedikit orang yang menggapai kemerdekaan yang sebenarnya. Kemerdekaan yang sebenarnya adalah ketika seseorang tidak terjajah oleh apa pun yang ada di luar sana. Ia tidak terbawa oleh opini ataupun terpengaruh oleh keadaan, tetapi justru ia yang memengaruhi keadaan. Ia yang menggiring orang, bukan dia yang digiring ataupun dimanfaatkan oleh orang lain. Itulah orang yang paling merdeka. Ketika orang-orang membahas sesuatu, kemudian dia ikut-ikutan membahas itu juga, berarti dia masih terpengaruh oleh pola pikir orang lain. Semestinya orang yang hurr itu adalah orang yang dengan pola pikirnya. Dia memengaruhi apa yang sedang viral sekarang, bukan sebaliknya, malah dia yang ikut-ikutan.

Perihal kemerdekaan ini, seorang penyair Arab berkata, “Berpegang teguhlah pada ujung baju orang yang merdeka! Peganglah ketika engkau mendapatkannya! Sebab orang-orang yang merdeka itu sangatlah sedikit di dunia ini. Peganglah dan jangan lepaskan orang-orang semacam ini.” Apa kriterianya? Mereka yang tidak gampang terpengaruh oleh keadaan, tidak terbawa opini, tidak terbawa isu-isu. Bahkan dialah yang memberikan solusi atas isu-isu tersebut. Dengan pola pikirnyalah dia menawarkan solusi untuk masalah yang sedang tersebar. Inilah hakikatnya hamba Allah yang sejati.

Tidak sah seseorang menjadi hamba Allah yang sejati sebelum ia merdeka terlebih dulu dari hal selain Allah, bebas dari makhluk. Maka dari itu, derajat penghambaan kepada Allah ini adalah derajat yang tinggi, dan Allah memliih kata ‘abd untuk memuji Rasulullah ﷺ sebagaimana yang tertulis dalam pembukaan surah Al-Isra’ yang artinya ‘Maha Suci Allah yang memperjalankan hamba-Nya…’ Karena dengan mencapai derajat ini, ia sudah selesai dengan makhluk yang lain, dia hanya menghamba kepada Allah Ta’ala.
Dikisahkan pada zaman jahiliah ada seorang lelaki yang sangat mencintai perempuan. Lelaki ini tidak mau disebut sebagai kekasih perempuan ini, tetapi dia ingin disebut sebagai budak atau hambanya. Dia berkata, “Janganlah sebut aku kekasih si fulanah,” karena sebutan “hamba” itu merupakan nama yang paling mulia bagi lelaki ini.


Dalam sebaris hikmah ini Imam al-Haddad memberikan kunci. Bilamana engkau ingin menjadi orang yang merdeka, apa kuncinya? Kuncinya tinggalkanlah setiap perkara yang bilamana perkara itu tidak engkau tinggalkan karena kemauanmu, niscaya engkau akan tinggalkan itu dengan keterpaksaan. Jadi, kalau seperti itu, tinggalkan. Kalau tidak, engkau tidak merdeka. Bagaimana maksudnya? Misalnya ada suatu perkara dan perkara ini selalu membersamaimu, baik berupa harta, jabatan, atau hal-hal duniawi. Engkau tahu bahwa suatu hari nanti engkau akan berpisah dengan perkara ini mau tidak mau. Jadi, sebelum dia meninggalkanmu, engkau tinggalkanlah dia. Jangan sampai engkau selalu bersamanya, lalu engkau yang ditinggalkan dengan keterpaksaan. Sebelum engkau meninggalkannya dengan keterpaksaan, tinggalkanlah dia dengan sukarela. 

Bagaimana dengan pertemanan? Kalau pertemanan itu tidak mengajak kepada suatu hal yang baik, sekadar teman begitu saja, bahkan sebaliknya, engkau menduga bahwa orang ini bakal meninggalkanmu atau mengabaikanmu, tinggalkanlah dia dahulu sebelum engkau ditinggalkan. Biasanya itu terasa berat. Berat meninggalkan sesuatu yang kita punya kecondongan terhadapnya walaupun kita tahu ini akan meninggalkan kita pada akhirnya. Mungkin kita berpikir, sebelum meninggalkannya, kita masih ingin bersamanya. Padahal, selama engkau belum meninggalkannya, engkau masih budak karena hatimu masih ikut kepadanya. Jadi, tinggalkan dari sekarang walaupun berat.

Tinggalkanlah negerimu, maka engkau akan mendapatkan pengganti atas orang-orang yang engkau cintai. Itu termasuk di antaranya. Ketika engkau meninggalkan orang yang engkau cintai dan engkau tahu bahwa dia akan meninggalkanmu, memang rasanya berat, tetapi tenang saja. Allah pasti akan memberikan yang indah dan yang lebih indah. Inilah kemerdekaan yang sesungguhnya.

Kalau sudah mendapat orang yang merdeka, pegang teguhlah ia. Jarang orang yang sudah merdeka. Banyak orang itu masih ikut-ikutan. Kadang orang masih terikut dengan opini atau pengaruh yang lain walaupun dia seorang pemimpin. Maka dari itu, kita tidak bisa memandang orang pemimpin, penggerak massa, dan sebagainya, karena kadang-kadang sebenarnya dia itu terbawa. Itu banyak terjadi. Lantas bagaimana? Lihatlah pemikiran yang ditawarkannya. Ini solutif atau tidak? Ataukah dia hanya teropini oleh keadaan? Sulit untuk mengetahuinya. Yang terpenting kita mulai dari diri kita dulu. Akan tetapi, pola pikir diri sendiri ini juga harus dengan arahan seorang guru yang pola pikirnya sesuai.

Related Articles

Hikam Imam Al-Haddad 14 : Hamba Selain Allah

Education AlMuwasholah | Hikam Ke-14 مَنْ أَشْغَلَهُ حَقُّ رَبِّهِ عَنْ حُقُوقِ نَفْسِهِ وَحُقُوقِ إِخْوَانِهِ ، فَهُوَ عَبْدُ الْحَضْرَةِ وَمَنْ أَشْغَلَهُ الْقِيَامُ بِحَقِّ نَفْسِهِ عَنْ الْقِيَامِ…